Monday, July 1, 2013

Materi survival

MATERI SURVIVAL


MATERI SURVIVAL GUIDE - 01
Tanpa Persiapan Naik Gunung Tidak Bermakna

BANYAK remaja sering mengisi waktu liburan dengan naik gunung. Namun, karena ketidak-tahuan, kegiatan fisik berat itu sering tidak disiapkan dengan baik.Padahal, mendaki gunung ditentukan oleh faktor ekstern dan intern, dan kebugaran fisik mutlak diperlukan.

Pendaki gunung legendaris asal Inggris, Sir George Leigh Mallory, kerap menjawab pendek pertanyaan mengapa ia begitu tergila-gila naik gunung. *Because
it is there, *ujarnya. Jawaban itu menggambarkan betapa luas

pengalamannya mendaki gunung dan bertualang. Selain jawaban itu, masih banyak alasan
mengapa seseorang mendaki gunung atau menggeluti kegiatan petualangan lainnya.

Anggota-anggota Mapala Universitas Indonesia-kelompok pencinta alam tertua (bersama Wanadri Bandung) di Indonesia-contohnya. Mereka punya alasan lebih panjang dari Mallory. Dalam halaman awal buku pegangan petualangan yang dimiliki seluruh anggotanya tertulis, Nasionalisme tidak dapat tumbuh dari slogan atau indoktrinasi. Cinta tanah air hanya tumbuh dari melihat langsung alam dan masyarakatnya. Untuk itulah kami naik gunung.

Yang jelas, tidak seorang petualang alam-komunitas di Indonesia lebih senang menggunakan istilah pencinta alam-melakukan kegiatan itu dengan alasan untuk
gagah-gagahan. Karena bukan untuk gagah-gagahan, maka sebaiknya tidak ada istilah modal nekad dalam mendaki gunung.

Bagaimanapun, gunung dengan rimba liarnya, tebing terjal, udara dingin,kencangnya angin yang membuat tulang ngilu, malam yang gelap dan kabut yang
pekat bukanlah habitat manusia modern. Bahaya yang dikandung alam itu akan menjadi semakin besar bila pendaki gunung tidak membekali diri dengan peralatan, kekuatan fisik, pengetahuan tentang alam, dan navigasi yang baik.

Tanpa persiapan yang baik, naik gunung tidak bermakna apa-apa. Secara umum, ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya pendakian gunung. Pertama, faktor ekstern atau faktor yang berasal dari luar diri
pendaki. Cuaca, kondisi alam, gas beracun yang dikandung gunung dan sebagainya yang merupakan sifat dan bagian alam. Karena itu, bahaya yang mungkin timbul seperti angin badai, pohon tumbang, letusan gunung atau
meruapnya gas beracun dikategorikan sebagai bahaya objektif (objective danger). Seringkali faktor itu berubah dengan cepat di luar dugaan manusia.

Tidak ada seorang pendaki pun yang dapat mengatur bahaya objektif itu. Namun dia dapat menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan itu. Diri pendaki,
segala persiapan, dan kemampuannya itulah yang menjadi faktor intern, faktor kedua yang berpengaruh pada sukses atau gagalnya mendaki gunung.

Bila pendaki tidak mempersiapkan pendakian, maka dia hanya memperbesar bahaya subyektif. Misalnya, bahaya kedinginan karena pendaki tidak membawa jaket tebal atau tenda untuk melawan dinginnya udara dan kencangnya angin.

Tidak bisa ditawar, mendaki gunung adalah kegiatan fisik berat. Karena itu, kebugaran fisik adalah hal mutlak. Untuk berjalan dan menarik badan dari
rintangan dahan atau batu, otot tungkai dan tangan harus kuat. Untuk menahan beban ransel, otot bahu harus kuat. Daya tahan (endurance) amat diperlukan
karena dibutuhkan perjalanan berjam-jam hingga hitungan hari untuk bisa tiba di puncak.

Bila tidak biasa berolahraga, calon pendaki sebaiknya melakukan jogging dua atau tiga kali seminggu, dilakukan dua hingga tiga minggu sebelum pendakian.
Mulailah jogging tanpa memaksa diri, misalnya cukup 30 menit dengan lari-lari santai.

Tingkatkan waktu dan kecepatan jogging secara bertahap pada kesempatan berikutnya. Bila kegiatan itu terasa membosankan, dapat diselingi dengan berenang. Dua olahraga itu sangat bermanfaat meningkatkan endurance dan kapasitas maksimum paru-paru menyedot oksigen (Volume O2 maximum/VO2 max).

Latihan push up, sit up, pull up sebaiknya juga dilakukan untuk memperkuat otot-otot.

Saking semangatnya, pendaki muda kerap kali ingin segera mencapai puncak,apalagi bila kegiatan itu dilakukan berkelompok. Persaingan untuk berjalan
paling cepat, paling depan, dan menjadi orang pertama memijak puncak,sebaiknya ditinggalkan.

Mendaki gunung yang baik justru melangkah perlahan dalam langkah-langkah kecil dan dalam irama tetap. Dengan berjalan seperti itu , pendaki dapat
mengatur napas, dan menggunakan tenaga seefisien mungkin. Bagaimanapun mendaki merupakan pekerjaan melelahkan. Selain itu, keindahan alam dan
kebersamaan dalam rombongan, sering menggoda pendaki untuk banyak berhenti dan beristirahat di tengah jalan. Bila dituruti terus, bukan tidak mungkin
pendakian malah gagal mencapai puncak. Karena itu, cobalah membuat target pendakian. Misalnya, harus berjalan nonstop selama satu jam, lalu istirahat
10 menit, kembali mendaki selama satu jam dan seterusnya. Lakukan hal ini hingga mencapai puncak atau hari telah sore untuk berkemah. Pada medan perjalanan yang landai, target waktu seperti itu dapat diganti dengan target tempat. Caranya, tentukanlah titik-titik target di peta sebagai titik beristirahat.

Buatlah jadwal rencana kegiatan sehingga waktu yang tersedia digunakan seefektif mungkin dalam bergiat di alam. Jadwal itu memungkinkan pendaki menghitung berapa banyak makanan, pakaian, peralatan harus dibawa, dan dana yang harus disiapkan. Jadwal itu antara lain mencakup keberangkatan, jadwal dan rute pendakian, kapan tiba di puncak, jadwal dan rute pulang, dan
seterusnya. Jadwal pendakian perhari dapat lebih dirinci dengan berapa jam jatah pendakian, pukul berapa dimulai dan kapan berhenti serta seterusnya.

Untuk menghindari beban bawaan terlalu berat, hindari membawa barang-barang yang tidak perlu. Misalnya, cukup membawa baju dan celana tiga atau empat stel meski pendakian memerlukan waktu cukup lama. Satu stel pakaian dikenakan saat berangkat dari rumah hingga kaki gunung dan saat pulang. Satu stel sebagai baju lapangan saat mendaki. Satu stel yang lain sebagai baju
kering yang digunakan saat berkemah. Rain coat dan payung dapat dicoret dari barang bawaan bila telah membawa ponco. Bila telah membawa lilin, cukup
membawa batu batere seperlunya untuk menyalakan senter dalam keadaan darurat. Piring dapat ditinggal di rumah karena wadah makanan dapat menggunakan rantang memasak atau cangkir.

Bila barang perlengkapan telah terkumpul, masukkan semua ke dalam ransel. Jangan biarkan ada sejumlah barang seperti cangkir atau sandal diikat di lua
ransel. Selain tidak sedap dipandang, risiko hilang selama pendakian, amat besar. Meski demikian, ada beberapa barang yang ditolerir bila ditaruh di
luar ransel dan diikat dengan tali webbing ransel. Misalnya, matras karet dan tiang tenda. Namun, yakinkan, semua telah diikat dengan kencang.
Menaruh barang di dalam ransel amat berbeda dengan cara memasukkan buku-buku pelajaran dalam daypack (ransel kecil yang biasa digunakan ke sekolah).

Buku pelajaran, baju praktikum, kalkulator dapat kita cemplungkan begitu saja ke dalam daypack. Sebaliknya, barang-barang pendakian harus dimasukkan dalam ransel dengan aturan tertentu sehingga mengurangi rasa sakit saat memanggul dan menghindari ruang kosong dalam ransel.

Prinsip pengepakan barang dalam ransel.
1. Letakkan barang ringan di bagian bawah dan barang berat di bagian atas.

2. Barang-barang yang diperlukan paling akhir (misalnya peralatan kemping dan tidur), ditaruh di bagian bawah dan barang yang sering dikeluar-masukkan(seperti jaket, jas hujan, botol air) di bagian atas.

3. Jangan biarkan ada ruang kosong dalam ransel. Contoh, manfaatkan bagian dalam panci sebagai tempat menyimpan beras.

Untuk itu, langkah pertama mengepak perlengkapan pendakian adalah mengelompokkan barang menurut jenis,
seperti:
a. pakaian dan kantung tidur,
b. alat memasak,
c. tenda,
d. makanan.

Bungkus kelompok-kelompok barang itu dalam kantong-kantong plastik agar mudah dicari.
Sebagian besar pendaki menganggap, mengepak barang merupakan seni tersendiri dan kerap mengasyikkan

»SURVIVAL GUIDE - 02
Angin di Ketinggian ‘Mencuri’ Oksigen

Ini salah satu saran bagi pendaki Gunung Everest. Jangan *ngotot* mencapai puncak di saat angin sedang kencang-kencangnya. Tak cuma itu. Tekanan udara di sekitar puncak yang anjlok mendadak menjadi ancaman jiwa para pendaki.
Ahli fisika dari Universitas Toronto, Kent Moore, yang menganalisis polaangin di sekitar Everest mengatakan, turunnya tekanan udara itu lantarantersedot angin di ketinggian. More…selengkapnya amat tertarik pada masalah ini setelah membaca buku *Into Thin Air*.

Buku itu bercerita tentang kematian delapan pendaki Everest dalam badaibulan Mei 1996. Kematian itu, katanya, mungkin dipercepat oleh kurangnya oksigen, yang membuat para pendaki bingung dan tak bisa menentukan arah.

Puncak Everest berada di lapisan troposfer bagian atas. Di situ embusan angin dengan kecepatan 110 km per jam bisa memukul para pendaki. Wilayah inijuga dipengaruhi oleh lintasan jet.

Akibatnya, ada semburan angin ekstracepat di dalam alur jet yang melesat mengelilingi. Buku itu menggambarkan bagaimana para pendaki menunggu sampai cuaca tenang dan kemudian mulai mendaki ke puncak Everest. Tapi, begitu sebuah lintasan jet lewat, dalam waktu singkat para pendaki langsung kesulitan. Moore menjelaskan, lintasan-lintasan jet ini bisa menarik aliran udara di atas gunung, menurunkan tekanan udara. Dari perhitungannya, lintasan jet bisa menurunkan tekanan oksigen parsial dalam udara sampai sekitar enam persen. Itu artinya mengurangi sampai 14 persen oksigen yang dihirup para pendaki. ”Pada ketinggian ini para pendaki sudah pada batas daya tahan,” kata Moore. ”Tekanan yang turun mendadak bisa membuat pendaki secara fisik mengalami keadaan bahaya yang berat.

” Para pendaki belakangan ini bergantung pada informasi kecepatan angin untuk memutuskan aman untuk melakukan pendakian terakhir. Tapi, kata Moore, mereka tak menghitung lintasan jet. Padahal, lintasan-lintasan itu bisa diprediksi dengan teknik standar prakiraan cuaca. Pendaki biasanya memulai pendakian mereka dari kamp dasar. Tempatnya sekitar 5.000 m di atas permukaan laut. Mereka berjalan ke South Col di ketinggian sekitar 8.000 m.
Dari sana, perlu sehari penuh pendakian menuju puncak yang pada ketinggian 8.850 m. Analisis ini amat penting. Soalnya, kecenderungan belakangan ini, banyak pendaki Everest naik tanpa bantuan silinder oksigen. Mereka meniru Reinhold Messner dan Peter Habeler menjadi orang-orang pertama sampai ke puncak Everest tanpa oksigen cadangan pada 8 Mei 1978.



»SURVIVAL GUIDE - 03
Persiapan mendaki gunung

persiapan umum untuk mendaki gunung antara lain kesiapan mental , fisik, etika, pengetahuan dan ketrampilan.

1. perencanan pendakian
o hal hal yang perlu diperhatikan dlm perencanaan pendakian :
o mengenali kemampuan diri dalam tim dalam menghadapi medan
o mempelajari medan yang akan ditempuh
o teliti rencana pendakian dan rute yang akan ditempuh secermat mungkin
o pikirkan waktu yangdigunakan dalam pendakian
o periksa segala perlengkapan yang akan dibawa

2. perlengkaan perjalanan
o Perlengkapan dasar
- perlengkapan jalan : sepatu , kaoskaki , celana , ikat pinggang , baju , topi , jas hujan dll
- perlengkapan tidur : sleeping bag , tenda , matras dll
- perlengkapan masak dan makan: kompor , sendok , makanan , korek dll
- perlengkapan pribadi : jarum , benang , obat pribadi , sikat , toilet paper dll
- Ransel / carrier
o Perlengkapan pembantu
- Kompas , senter , pisau pinggang , golok tebas , P3K
- Peta , busur drajat ,pengaris , pensil dll
- alat komunikasi (Handy talky) , survival kit ,GPS kalo ada
- jam tangan
3. Packing atau menyusun perlengkapan kedalam ransel
o kelompokkan barang barang sesuai dengan jenis jenisnya
o masukkan dalam kantong plastik
o letakkan barang barang yang ringan dan jarang penggunananya (mis : Perlengkapan tidur) pada yang paling dalam
o barang barang yang sering digunakan dan vital letakkan sedekat mungkin dengan tubuh dan mudah diambil
o tempatkan barang barang yang lebih berat setinggi dan sedekat mungkin dengan badan / punggung
o buat Checklist barang barang tsb

»SURVIVAL GUIDE - 04
Stop Dalam Keadaan Darurat

Kondisi darurat dalam suatu perjalanan sangat lumrah. Keadaan itu sangat dipengaruhi oleh cuaca yang labil di pegunungan dan sangat tidak dianjurkan untuk melawannya. Tetapi bukan berarti kita diam saja, untuk mengatasi situasi buruk tersebut ada berbagai cara, untuk memudahkan kita untuk mengingatnya dipakailah istilah STOP.
Jika kita artikan langsung dalam Bahasa Indonesia berarti menghentikan segala aktivitas.Dalam keadaan darurat kata ini dapat memiliki arti yang lebih luas, dan dapat menyelamatkan kita dari mimpi buruk yang tidak ingin kita alami. STOP jika kita urai kata tersebut merupakan kependekan dari Stop - Thinking - Observe - Planning. Masing-masing dari kata tersebut memiliki arti dan makna sendiri-sendiri.
Stop berarti berhenti. Hentikan perjalanan anda jika cuaca buruk datang dengan tiba-tiba, atau hentikan kegiatan anda jika situasi tiba-tiba memburuk dan dapat membahayakan peserta. Memaksakan diri atau team untuk melanjutkan perjalanan dalam keadaan kabut tebal dan hujan deras atau tiupan angin kencang sangat beresiko. Pada keadan tersebut jarak pandang kita berkurang terhalang pekatnya kabut, tenaga kita juga terkuras banyak untuk menahan dingin belum lagi beban bertambah berat akibat pakaian basah. Kemungkinan yang dapat terjadi adalah nyasar atau terjatuh ke jurang.
Berhenti adalah suatu pilihan yang tepat. Carilah tempat berlindung, istirahatkan semua peserta simpan tenaga hingga cuaca normal kembali.
Thinking berarti berpikir. Tanpa disadari kondisi darurat menyebabkan kita panik dan sembrono, mengambil keputusan tanpa pemikiran matang dapat beresiko melakukan kesalahan. Dalam keadaan STOP kita harus dapat menjaga konsentrasi dan ketenangan pikiran, tenangkan teman-teman dalam kelompok dan ajak mereka untuk berdiskusi. Ketenangan dalam berpikir akan menghasilkan banyak alternatif pemecahan masalah yang sedang dihadapi, dan langkah-langkah yang diambil dari berdiskusi dengan tenang akan lebih matang dan tepat.
Berpikir sangat penting, namun keadaan tenang dalam berpikir akan menghasilkan keputusan yang lebih baik. Berdiskusi dengan tenang akan menghasilkan keputusan dengan lebih tepat.
Observe berarti mengamati,. Yang harus diamati dapat bersifat internal maupun eksternal. Mengamati kondisi pendaki atau peserta merupakan bagian dari internal, kondisi fisik yang berbeda dari tiap peserta menuntut perlakuan yang berbeda pula. Kondisi yang sangat ekstrim seperti cuaca dingin dapat menurunkan stamina sangat cepat, terutama jika perut kosong. Berikan perhatian lebih pada peserta yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang baik, dan ajaklah peserta yang lebih kuat untuk turut membantu temannya yang lebih membutuhkan. Hal itu akan menimbulkan semangat baru bagi team untuk tetap bertahan, dan jika ada peserta yang sakit dapat diketahui dengan cepat dan diambil tindakan dengan segera.
Pengamatan dalam aspek eksternal yaitu dengan memeriksa keadaan logistik yang tersedia dan perlengkapan penunjang lainnya. Hal lain yang wajib diamati adalah kondisi lingkungan. Pengetahuan tentang jenis-jenis tanaman yang dapat dikonsumsi sangat membantu dalam keadaan ini. Banyaknya korban tewas dalam keadaan tersasar adalah akibat kekurangan bahan makanan yang sebenarnya terdapat disekelilingnya. Patokan sederhana untuk menentukan tumbuhan yang dapat dikonsumsi adalah :
• Permukaan Daun atau Batang yang tidak berbulu atau berduri.
• Tidak mengeluarkan getah yang sangat lekat.
• Tidak menimbulkan rasa gatal, hal ini dapat dicoba dengan mengoleskan daunnya pada kulit atau bibir.
• Tidak menimbulkan rasa pahit yang sangat. dapat dicoba di ujung lidah.
Pengamatan eksternal berikutnya adalah sumber air. Hal utama yang dicari saat kita ingin mendirikan camp adalah sumber air, camp tidak harus berada didekat sumber air tetapi pengetahuan kita tentang letak sumber air itu lebih penting. Sumber air dapat berupa menampung air hujan, pada akar rotan yang menggantung, menggali dari dalam tanah, pada tumbuhan yang berongga pada embun di atas daun, atau dengan memaksa pengembunan dengan cara membungkus ujung daun atau bunga dengan plastik. Tentunya akan lebih baik jika sumber air itu berupa sungai yang bersih.
Dengan malakukan pengamatan yang seksama akan memudahkan kita untuk bertahan dan membantu dalam menentukan langkah berikutnya.
Planning berarti merencanakan. Mulailah merencanakan tindakan berikutnya, berdasarkan pengetahuan tentang kondisi peserta, lingkungan dan cadangan logistik. Rencanakan segala sesuatunya dengan ketenangan dan konsentrasi saat berpikir. Siapkan team dan peralatan, dan menggunakannya dengan efisien, terkoordinasi.
Jangan perlakukan kondisi cuaca dan alam yang buruk dengan cara yang buruk pula. Persiapkan segala sesuatunya, jangan meremehkan situasi. Gunakan alam dan sekitarnya sebagai partner bukan musuh
»SURVIVAL GUIDE - 05
Survival Dan Pengendalian Diri

Survival adalah keadaan dimana diperlukan perjuangan untuk bertahan hidup. survival merupakan kehidupan dengan waktu mendesak untuk melakukan improvisasi yang memungkinkan. kuncinya adalah menggunakan otak untuk improvisasi.

Statistik membuktikan hampir semua situasi survival mempunyai batasan waktu yang singkat hanya 3 hari atau 72 jam bagi orang hilang, dan yang mampu bertahan cukup lama tercatat sangat sedikit sekitar 5 persen itupun karena pengetahuan dan pengalamannya.
Dalam situasi survival janganlah tergesa-gesa menentukan prioritas survival karena dapat berakibat salah, gagasan kaku yang tidak boleh ditawar-tawar juga akan berakibat fatal.
Ketepatan memutuskan dengan didukung pengalaman dan hasil diskusi dapat menguntungkan. karena situasi darurat perlu pertimbangan dan sikap tegas dalam mencapai tujuan akhir. Dalam keadaan survival diperlukan pengetahuan terhadap kondisi dan kebutuhan tubuh, bukan mutlak mengerti secara fisik tetapi memahami reaksi atau dampak akibat pengaruh lingkungan. menggunakan pengetahuan dalam usaha mengatur diri saat keadaan darurat adalah kunci dari survival. pengaturan disini adalah memelihara ketrampilan dan kemampuan untuk mengontrol sumber daya didalam diri dan kemampuan memecahkan persoalan, bila pengaturan keliru, tidak hanya badan terganggu akan tetapi dapat langsung berdampak terhadap kemampuan untuk tetap hidup. Memahami jenis kebutuhan hidup yang menjadi prioritas sangat menguntungkan didalam situasi survival.
Dalam kondisi survival tantangan yang sangat dominan adalah sikap mental atau psikologis untuk mencari kebutuhan tubuh dan untuk memperolehnya dibutuhkan gagasan-gagasan dengan dasar pertimbangan dari pengalaman atau pendidikan yang pernah diikutinya, pengalaman hidup dengan resiko tinggi dan aktivitas menantang terbukti dapat membuat orang belajar untuk berbuat yang lebih baik dan melakukan adaptasi efektif.

Kebutuhan dasar hidup manusia sebenarnya sangat sederhana, bagaimana ribuan tahun yang lalu manusia tidak mempunyai pakaian, rumah, mobil, makan tiga kali sehari setiap hari. tetapi mereka dapat tetap bertahan hidup. daftar barang-barang yang dibutuhkan untuk hidup dan berapa lama orang itu bisa hidup tanpa perlengkapan itu sangatlah bervariasi dengan berbagai pertimbangan.
Berikut adalah contoh susunan prioritas dalam keadaan survival :
1. Tentunya yang paling utama adalah udara. bernafas dilakukan setiap detik untuk bertahan hidup oleh karena itu udara mendapat prioritas utama untuk bertahan hidup. survival tanpa udara umumnya hanya bertahan selama 3 sampai 5 menit.
2. Selanjutnya dibutuhkan perlindungan, dari cuaca buruk dan keganasan alam. sejak keberadaannya manusia dibatasi lingkungannya sendiri mulai dari temperatur yang sangat berpengaruh pada tubuh. untuk itu diperlukan sesuatu yang dapat melindunginya contohnya api yang dapat menghangatkan dan menjaga temperatur tubuh, jika tidak ada rumah, tenda atau gua. api dapat dimasukkan kedalam prioritas kedua
3. Istirahat, sepele namun dibutuhkan, dengan istirahat jaringan tubuh akan terbebas dari CO2, asam dan pemborosan lain. istirahat yang dimaksud adalah istirahat fisik dan juga mental. sebab stress dapat mengurangi kemampuan untuk bertahan. dengan demikian istirahat dapat dimasukkan kedalam prioritas ketiga.
4. Air. kehilangan cairan dan kondisi air yang tidak dapat diminum adalah persoalan didalam survival. tubuh manusia kira-kira terdiri dari 2/3 jaringan yang mengandung air. dan merupakan bagian sistem sirkulasi di dalam organ tubuh. air dapat menjaga suhu tubuh, memperlancar buang air dan mencerna makanan. kondisi lingkungan yang exstrem tanpa air dapat mengurangi kemampuan bertahan hidup hingga tiga hari. sehingga air dapat dimasukkan kedalam prioritas keempat. sangatlah bijaksana apabila pemakaian air dapat dihemat.
5. Tubuh manusia membutuhkan makanan tiga kali sehari. tetapi sementara banyak manusia di benua lain hanya dapat makan sekali sehari atau bahkan tidak makan berhari-hari. catatan menunjukkan bahwa tanpa makanan survivor dapat bertahan selama 40 sampai 70 hari. keharusan untuk mendapatkan makanan adalah prioritas terakhir dalam survival. penghematan energi adalah salah satu cara untuk mengimbangi kekurangan makanan.

Sikap dalam Survival
Sikap cepat tanggap dalam keadaan darurat sangat diperlukan. Setiap orang harus dapat berbuat yang terbaik dalam memprioritaskan pandangan terhadap lingkungan darurat. hal ini tidak mudah karena sikap ini perlu latar belakang pengetahuan dan keterampilan. bila semua prioritas telah diperoleh, tetapi masih kehilangan kemauan untuk hidup atau kemampuan untuk menguasai mental yang disebabkan kondisi fisik, maka akhirnya akan hilang sama sekali. kondisi yang demikian sangat membahayakan dan bahkan sesuatu yang menguntungkan pun akan dibuangnya. juga yang perlu diingat janganlah meremehkan sesuatu yang anda lihat. sikap mental positif sangat diperlukan untuk menganalisa semua yang bertentangan dengan tubuh.

Apa saja yang berguna dalam menghadapi situasi survival dapat dilihat dalam dua persoalan :
1. Kesiapan mendiskusikan dengan jelas apakah anda ingin hidup ?, ungkapan yang sederhana. Secara naluriah manusia mempunyai insting untuk menjaga diri. Banyak kegiatan survival yang menunjukkan adanya jalan keluar dari periode fisik ekstrem dan mental stress ke posisi tenang. sadar atau tidak orang mempunyai kekuatan untuk dirinya sendiri terhadap kematian. oleh karena itu setiap orang juga mempunyai kekuatan untuk dirinya sendiri terhadap kehidupan.
2. Kemampuan untuk memecahkan persoalan, hal ini didapat jika kita mampu mempertahankan kondisi tubuh. sebagai contoh : tubuh manusia bekerja optimum dengan temperatur 37 derajat C. mengabaikan temperatur lingkungan akan menyebabkan penyempitan susunan fungsi inti didalam tubuh yang efektivitasnya tinggi. yang pada akhirnya akan mengganggu peredaran darah, menurunkan aktivitas sel, dan akhirnya otak cepat kehilangan hubungan dengan realitas, akhirnya bertindak irrasional berbarengan dengan turunnya koordinasi yang akhirnya berakibat fatal. pengetahuan dan pengalaman tidak ada artinya kalau tubuh hanya bekerja dengan separuh kemampuannya. penghematan sumberdaya seperti energi, panas dan air adalah penting.


sumber : Jejaklintasalam.blogspot.com

No comments:

Post a Comment